Friday, July 29, 2011

Makna Penderitaan didalam kisah Ayub

Kalau ada Allah yang mengatur dunia ini, mengapa saya bisa menderita?
Kalau ada Allah yang berdaulat atas segala sesuatu di dunia, mengapa ada kejahatan
yang mengerikan di dunia ini? Kalau ada Allah yang mempunyai kasih terhadap
semua orang, mengapa terdapat penderitaan orang miskin, terbuang, tawanan
perang bahkan bayi yang baru dilahirkan dengan kelainan?
Itulah pertanyaan yang sering diajukan oleh manusia di dalam dunia ini. Kesakitan,
penderitaan, penyakit, ketuaan, kematian adalah proses yang harus dijalani oleh
setiap manusia di dalam dunia ini. Hal ini berlaku juga untuk orang percaya. Apakah
ketika menderita kita dapat mengajukan protes kepada Allah? Bolehkah kita
mengangkat spanduk dan menuliskan kata PROTES kepada Allah?
Kaum intelektual yang ateis mengambil kesimpulan kalau ada kejahatan dan
penderitaan di dunia ini, maka konsekuensinya jelas : Allah tidak ada. Kalau ada Allah,
maka itu adalah Allah yang jahat dan kejam. Tentu saja, klaim ini dengan cepat
disanggah oleh banyak orang Kristen. Tetapi dalam tingkat yang lebih akademis, klaim
ateis/agnostik lebih diterima dalam komunitas ilmuwan dibandingkan dengan klaim
kekristenan. Apakah itu berarti bahwa kekristenan hanya menekankan teodise
berdasarkan fideisme? Atau dengan kata lain HANYA BERIMAN? Pembahasan yang
lebih teknis akan dibahas dalam blog selanjutnya.
Apakah Allah yang mewahyukan diriNya melalui Alkitab adalah Allah yang kejam?
Atau Allah yang tidak peduli? Berbagai argumentasi telah diajukan untuk membela
Allah ( teodise) dan membebaskan Allah sebagai penyebab dari semua yang terjadi di
dalam dunia. Dalam hal ini, teologi Open-Theism adalah paham yang popular yang
mengklaim bahwa Allah TELAH menyerahkan segala sesuatu yang akan terjadi di
dalam tangan manusia. Jadi, kejahatan dan penderitaan adalah akibat dari perbuatan
manusia. Jadi, Allah dibebaskan dari status tersangka. Tetapi teologi ini adalah
bertentangan dengan kesaksian Alkitab, apalagi dengan kisah Ayub. Bahkan Open
Theism menyatakan bahwa Allah tidak akan TAHU apa yang akan dilakukan manusia
karena Dia telah menyerahkan 100% kebebasan kepada manusia. Tentu saja paham
demikian tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab.
Kisah Ayub adalah kisah yang sangat memberikan banyak masukan bagaimana
seharusnya seorang percaya memandang penderitaan yang sedang ia alami. Ayub
nampak "protes" kepada Tuhan dan menunjukkan semua kesalehan hidupnya di
hadapanNya. Ia hidup takut akan Tuhan. Lalu mengapa seorang yang begitu takut
akan Allah HARUS mengalami penderitaan? Kisah Ayub adalah kasus yang ekstrem
dalam hubungan antara kedaulatan Allah dan kebebasan manusia. Ayub harus TAAT
kepada kedaulatan Allah. Ayub harus PASRAH akan apa yang terjadi kepadanya.
Adilkah itu? Bukankah begitu banyak orang jahat di dunia ini yang seharusnya
mendapatkan apa yang sepantasnya? Kisah Ayub "lebih mengerikan" lagi setelah kita
mengetahui background apa yang melatarinya. Saya sering bertanya : Seandainya
Ayub tahu bahwa Allah mengizinkan Iblis mencobai Ayub. Seandainya Ayub tahu
skenario di belakangnya. Seandainya Ayub tahu dia seperti kelinci percobaan. Kisah
Ayub sepertinya menyatakan bahwa Allah adalah PRIMA CAUSA dari semua kejadian di
dunia. Bukankah di dunia ini segala sesuatu berawal dari Allah dan akan berakhir di
dalam rencanaNya?
Kedaulatan Allah di atas segalanya
Yesaya 45:6 supaya orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa
tidak ada yang lain di luar Aku. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain,
Yesaya 45:7 yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib
mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.
Amsal 16:9 Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang
menentukan arah langkahnya.
Setiap orang percaya yang memahami mengapa dia diselamatkan oleh anugerah
wajib hidup di bawah anugerah. Itu berarti tidak ada satu inchi pun dari hidupnya
yang bukan milik Tuhan. Kesadaran ini sangat penting bagi kehidupan orang percaya,
karena ia harus terus menerus peka terhadap pandangan dan reaksinya terhadap
segala kejadian yang menimpa dirinya. Sudut pandang yang benar akan semakin
menguatkan kehidupan pribadinya sebagai seorang kristen yang bertumbuh. Seorang
yang percaya harus menyadari bahwa hidupnya bukan miliknya, jadi ntahkah dia
bersukacita, ntahkah dia berdukacita, menderita atau mengalami ketidakadilan, maka
ia sedang menjalani suatu proses pembentukan. Kehidupan seorang percaya adalah
rela hidup untuk ditaklukkan dalam kedaulatan Tuhan. Dia harus berlaku seperti
anak-anak. Sama seperti seorang Bapa TAHU dan memberikan segala yang dibutuhkan
bagi anaknya untuk bertumbuh dengan baik, demikian pula seharusnya hidup kita
diletakkan dalam sudut pandang demikian.
Kedaulatan Allah atas kejadian di dunia seharusnya memberikan penghiburan bagi
orang kristen dan bukan penghujatan. Bagaimanapun, berteori lebih gampang
daripada jika mengalaminya sendiri. Ayub telah membuktikannya. Ketika mengalami
penderitaan, Ayub menyatakan diri tidak bersalah. Teman-teman Ayub
menyalahkannya. Apa yang dikatakan teman-teman Ayub sangat wajar sekali,
bahkan terdengar sangat alkitabiah. Bukankah Tuhan membalas perbuatan setiap
orang? Ayub tidak mungkin menderita tanpa alasan, dia pasti telah berbuat dosa.
Itulah dalil yang diterima oleh semua manusia. Siapa yang berbuat jahat, dia akan
dihukum. Tetapi pada akhir kitab Ayub, kita dapat membaca bahwa Allah murka
terhadap ketiga sahabat Ayub yang telah memberikan nasehat "yang rohani". Apa
yang terjadi? Bukankah perkataan mereka adalah teologi yang alkitabiah? Suatu
teologi yang membela kedaulatan Allah? Tetapi Allah berfirman bahwa ketiga
sahabatnya berkata tidak benar tentang Allah. Kisah Ayub adalah kisah pergumulan
setiap orang kristen dalam memahami penderitaan.
Setelah bertanya jawab dengan Tuhan, perkataan Ayub yang terakhir adalah : Maka
jawab Ayub kepada TUHAN:
"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-
Mu yang gagal.
Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah
sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib
bagiku dan yang tidak kuketahui.
Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai
engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku
sendiri memandang Engkau.
Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam
debu dan abu." ( Ayub 42:1-6)
Sungguh, suatu penundukkan diri dan kepasrahan terhadap pengetahuan dan
tindakan Allah. Pengetahuan Allah jauh melampaui segala yang ada. Tindakan Allah
jauh melampaui dari yang bisa diselami oleh manusia. Kehendak Allah jauh melampaui
dari yang bisa dimengerti oleh manusia. Itulah kedaulatan Allah. Mengakui
kedaulatan Allah, adalah langkah awal dalam memahami hubungan antara kejahatan
dan penderitaan di dunia. Allah telah menetapkan segala sesuatu, termasuk
kemungkinan untuk merasakan penderitaan. Apakah ini berarti Allah bertindak
semena-mena? Kalau kita berpendapat demikian, maka berarti hikmat Allah sama
seperti hikmat manusia, pengetahuan Allah sama seperti pengetahuan manusia.
Ratapan 3:37 Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang
memerintahkannya?
Ratapan 3:38 Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa
yang baik?
Kutipan ayat diatas jelas menunjukkan adanya hubungan antara Allah dan segala
kejadian di dunia ini. Dengan kata lain, Allah BERHAK atas segala ciptaanNya.
Bukankah Dia yang menciptakannya? Bukankah Dia yang mengatur semuanya?
Apakah ketika terjadi sesuatu yang buruk, maka kita menganggap Allah itu buruk
adanya? Disinilah terjadi KEBIASAN epistemologi pengetahuan dari ateisme yang
menentang kekristenan. Bukankah dalam pengalaman hidup, begitu banyak contoh
yang menjelaskan bahwa yang buruk bagi kita, kadang adalah baik bagi kita. Seorang
dosen yang memberikan tugas yang berat akan dipandang buruk oleh
mahasiswanya. Seorang ayah yang melarang anaknya membeli sesuatu akan
dipandang buruk oleh anaknya. Siapakah penentu kebaikan dan kejahatan? Bukankah
itu berasal dari Yang Maha Kuasa? Kasih Allah, Hikmat Allah dan Keadilan Allah
berpadu begitu sempurna sehingga setiap standarnya tidak memungkinkan adanya
celah timbulnya ide kejahatan di dalamnya. Hanya manusia yang jatuh ke dalam dosa
yang mempunyai celah demikian.
Kejahatan adalah akibat dari celah keinginan berdosa. Kejahatan adalah antitesis dari
kebaikan. Kebaikan Allah tidak memungkinkan adanya kejahatan di dalam diriNya.
Kejahatan manusia tidak memungkinkan adanya kebaikan di dalam diriNya. Itulah
kejahatan yang harus dipahami oleh kita. Kejahatan adalah perbuatan manusia.
Bukan suatu kondisi, maupun bukan HASIL dari tindakan Allah. Tidak ada kondisi yang
jahat yang bebas secara independent di dalam dunia ini. Kejahatan selalu melekat
kepada perbuatan dosa manusia ( dan malaikat yang jatuh). Dan itu bertentangan
dengan kebaikan Allah. Berdasarkan antitesis ini, masihkah kita berani mengklaim
bahwa Allah tidak peduli ataupun Allah adalah jahat?
Penderitaan mempunyai maksud dari Allah
Kisah bangsa Israel adalah contoh dimana kedegilan hati mereka harus dihajar oleh
Tuhan. Ini berarti mereka harus mengalami penderitaan. Tujuan dari semuanya
adalah supaya mereka berbalik kepadaNya. Bangsa Israel harus menghadapi banyak
penderitaan sebelum memasuki tanah Kanaan. Bahkan setelah memasuki, mereka
tetap dihajar oleh Tuhan karena dosa yang mereka perbuat.
Amos 4:10-11 "Aku telah melepas penyakit sampar ke antaramu seperti kepada orang
Mesir; Aku telah membunuh terunamu dengan pedang pada waktu kudamu dijarah;
Aku telah membuat bau busuk perkemahanmu tercium oleh hidungmu; namun kamu
tidak berbalik kepada-Ku," demikianlah firman TUHAN.
"Aku telah menjungkirbalikkan kota-kota di antara kamu, seperti Allah
menjungkirbalikkan Sodom dan Gomora, sehingga kamu menjadi seperti puntung
yang ditarik dari kebakaran, namun kamu tidak berbalik kepada-Ku," demikianlah
firman TUHAN.
Tujuan penderitaan adalah supaya orang percaya berbalik kepadaNya. Ibrani 12:6
karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang
diakui-Nya sebagai anak." Wahyu 3:19 Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar;
sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!
Penderitaan juga menguji hidup kita. Setiap ujian yang dihadapi murid-murid akan
membuat mereka semakin mampu dalam menghadapi soal yang yang lebih sulit.
Hanya dengan cara demikian mereka dapat berkembang. Hanya dengan diuji, maka
akan timbul emas murni. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian
imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji
kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan
dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. ( I Petrus 1:7). Tanpa
ujian, tidak ada kemajuan. Tanpa ujian, hidup bukanlah hidup. Bukankah ketika kita
menghadapi uji coba, maka kita akan semakin tangguh? Inilah hukum yang berlaku
bahkan bagi benda tidak hidup.
AKhirnya, penderitaan adalah tanda dimana seorang percaya akan diuji sampai dia
bisa bertahan. Sebuah pengujian seumur hidup. Semua pahlawan iman dalam Ibrani
11 telah mengalami suatu proses penderitaan yang tahan uji. Mereka semua tidak
memperoleh apa yang dijanjikan di dalam dunia ini, tetapi mereka adalah saksi, bahwa
iman mereka hidup dan diteruskan sampai kepada kita semua.
Kehendak Allah dapat dinyatakan baik melalui proses yang dimana manusia
melihatnya sebagai suatu akibat dari perbuatannya sendiri. Kisah orang buta sejak
lahir adalah pelajaran penting bahwa Allah dapat bekerja di dalam segala kondisi yang
telah Ia tetapkan sendiri. Baik itu menimbulkan penderitaan atau tidak, pekerjaan
Allah tetap akan dinyatakan. Orang yang buta sejak lahir disembuhkan oleh Yesus,
dan ia menjadi saksi bagi datangnya Kerajaan Allah. Ia diselamatkan melalui imannya.
Yohanes 9:1 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
9:2 Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang
ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"
9:3 Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-
pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Yang paling penting dari semuanya adalah Tuhan sendiri telah menderita. Tuhan
sendiri telah memikul penderitaan manusia di atas kayu salib. Allah harus taat kepada
hukum yang ditetapkanNya sendiri. Inilah landasan penting dari kekristenan yang
membedakan dari kepercayaan lain. Allah melalui jalan penderitaan supaya manusia
dapat kembali menikmati kebaikan dan keindahan persekutuan dengan Allah.
Ibrani 2:18 Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia
dapat menolong mereka yang dicobai. Dan, akhirnya marilah kita
"Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu
terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi
lemah dan putus asa.
Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah.
Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada
anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah
putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;
karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang
diakui-Nya sebagai anak."
Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di
manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?
Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka
kamu bukanlah" ( Ibrani 12:3-8)
Blog ini ditulis berdasarkan bagaimana seharusnya pola pandang seorang percaya
memandang penderitaan dan kejahatan di dunia ini. Jikalau anda merasa seperti
Ayub, bergumullah dan silakan anda protes kepada Allah, dan biarlah ini boleh
menjadi suatu proses pendewasaan dalam ketekunan iman kita sampai kita bertemu
Bapa di surga. Amin

No comments:

Post a Comment