Friday, July 29, 2011

Makna Penderitaan didalam kisah Ayub

Kalau ada Allah yang mengatur dunia ini, mengapa saya bisa menderita?
Kalau ada Allah yang berdaulat atas segala sesuatu di dunia, mengapa ada kejahatan
yang mengerikan di dunia ini? Kalau ada Allah yang mempunyai kasih terhadap
semua orang, mengapa terdapat penderitaan orang miskin, terbuang, tawanan
perang bahkan bayi yang baru dilahirkan dengan kelainan?
Itulah pertanyaan yang sering diajukan oleh manusia di dalam dunia ini. Kesakitan,
penderitaan, penyakit, ketuaan, kematian adalah proses yang harus dijalani oleh
setiap manusia di dalam dunia ini. Hal ini berlaku juga untuk orang percaya. Apakah
ketika menderita kita dapat mengajukan protes kepada Allah? Bolehkah kita
mengangkat spanduk dan menuliskan kata PROTES kepada Allah?
Kaum intelektual yang ateis mengambil kesimpulan kalau ada kejahatan dan
penderitaan di dunia ini, maka konsekuensinya jelas : Allah tidak ada. Kalau ada Allah,
maka itu adalah Allah yang jahat dan kejam. Tentu saja, klaim ini dengan cepat
disanggah oleh banyak orang Kristen. Tetapi dalam tingkat yang lebih akademis, klaim
ateis/agnostik lebih diterima dalam komunitas ilmuwan dibandingkan dengan klaim
kekristenan. Apakah itu berarti bahwa kekristenan hanya menekankan teodise
berdasarkan fideisme? Atau dengan kata lain HANYA BERIMAN? Pembahasan yang
lebih teknis akan dibahas dalam blog selanjutnya.
Apakah Allah yang mewahyukan diriNya melalui Alkitab adalah Allah yang kejam?
Atau Allah yang tidak peduli? Berbagai argumentasi telah diajukan untuk membela
Allah ( teodise) dan membebaskan Allah sebagai penyebab dari semua yang terjadi di
dalam dunia. Dalam hal ini, teologi Open-Theism adalah paham yang popular yang
mengklaim bahwa Allah TELAH menyerahkan segala sesuatu yang akan terjadi di
dalam tangan manusia. Jadi, kejahatan dan penderitaan adalah akibat dari perbuatan
manusia. Jadi, Allah dibebaskan dari status tersangka. Tetapi teologi ini adalah
bertentangan dengan kesaksian Alkitab, apalagi dengan kisah Ayub. Bahkan Open
Theism menyatakan bahwa Allah tidak akan TAHU apa yang akan dilakukan manusia
karena Dia telah menyerahkan 100% kebebasan kepada manusia. Tentu saja paham
demikian tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab.
Kisah Ayub adalah kisah yang sangat memberikan banyak masukan bagaimana
seharusnya seorang percaya memandang penderitaan yang sedang ia alami. Ayub
nampak "protes" kepada Tuhan dan menunjukkan semua kesalehan hidupnya di
hadapanNya. Ia hidup takut akan Tuhan. Lalu mengapa seorang yang begitu takut
akan Allah HARUS mengalami penderitaan? Kisah Ayub adalah kasus yang ekstrem
dalam hubungan antara kedaulatan Allah dan kebebasan manusia. Ayub harus TAAT
kepada kedaulatan Allah. Ayub harus PASRAH akan apa yang terjadi kepadanya.
Adilkah itu? Bukankah begitu banyak orang jahat di dunia ini yang seharusnya
mendapatkan apa yang sepantasnya? Kisah Ayub "lebih mengerikan" lagi setelah kita
mengetahui background apa yang melatarinya. Saya sering bertanya : Seandainya
Ayub tahu bahwa Allah mengizinkan Iblis mencobai Ayub. Seandainya Ayub tahu
skenario di belakangnya. Seandainya Ayub tahu dia seperti kelinci percobaan. Kisah
Ayub sepertinya menyatakan bahwa Allah adalah PRIMA CAUSA dari semua kejadian di
dunia. Bukankah di dunia ini segala sesuatu berawal dari Allah dan akan berakhir di
dalam rencanaNya?
Kedaulatan Allah di atas segalanya
Yesaya 45:6 supaya orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa
tidak ada yang lain di luar Aku. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain,
Yesaya 45:7 yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib
mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.
Amsal 16:9 Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang
menentukan arah langkahnya.
Setiap orang percaya yang memahami mengapa dia diselamatkan oleh anugerah
wajib hidup di bawah anugerah. Itu berarti tidak ada satu inchi pun dari hidupnya
yang bukan milik Tuhan. Kesadaran ini sangat penting bagi kehidupan orang percaya,
karena ia harus terus menerus peka terhadap pandangan dan reaksinya terhadap
segala kejadian yang menimpa dirinya. Sudut pandang yang benar akan semakin
menguatkan kehidupan pribadinya sebagai seorang kristen yang bertumbuh. Seorang
yang percaya harus menyadari bahwa hidupnya bukan miliknya, jadi ntahkah dia
bersukacita, ntahkah dia berdukacita, menderita atau mengalami ketidakadilan, maka
ia sedang menjalani suatu proses pembentukan. Kehidupan seorang percaya adalah
rela hidup untuk ditaklukkan dalam kedaulatan Tuhan. Dia harus berlaku seperti
anak-anak. Sama seperti seorang Bapa TAHU dan memberikan segala yang dibutuhkan
bagi anaknya untuk bertumbuh dengan baik, demikian pula seharusnya hidup kita
diletakkan dalam sudut pandang demikian.
Kedaulatan Allah atas kejadian di dunia seharusnya memberikan penghiburan bagi
orang kristen dan bukan penghujatan. Bagaimanapun, berteori lebih gampang
daripada jika mengalaminya sendiri. Ayub telah membuktikannya. Ketika mengalami
penderitaan, Ayub menyatakan diri tidak bersalah. Teman-teman Ayub
menyalahkannya. Apa yang dikatakan teman-teman Ayub sangat wajar sekali,
bahkan terdengar sangat alkitabiah. Bukankah Tuhan membalas perbuatan setiap
orang? Ayub tidak mungkin menderita tanpa alasan, dia pasti telah berbuat dosa.
Itulah dalil yang diterima oleh semua manusia. Siapa yang berbuat jahat, dia akan
dihukum. Tetapi pada akhir kitab Ayub, kita dapat membaca bahwa Allah murka
terhadap ketiga sahabat Ayub yang telah memberikan nasehat "yang rohani". Apa
yang terjadi? Bukankah perkataan mereka adalah teologi yang alkitabiah? Suatu
teologi yang membela kedaulatan Allah? Tetapi Allah berfirman bahwa ketiga
sahabatnya berkata tidak benar tentang Allah. Kisah Ayub adalah kisah pergumulan
setiap orang kristen dalam memahami penderitaan.
Setelah bertanya jawab dengan Tuhan, perkataan Ayub yang terakhir adalah : Maka
jawab Ayub kepada TUHAN:
"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-
Mu yang gagal.
Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah
sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib
bagiku dan yang tidak kuketahui.
Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai
engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku
sendiri memandang Engkau.
Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam
debu dan abu." ( Ayub 42:1-6)
Sungguh, suatu penundukkan diri dan kepasrahan terhadap pengetahuan dan
tindakan Allah. Pengetahuan Allah jauh melampaui segala yang ada. Tindakan Allah
jauh melampaui dari yang bisa diselami oleh manusia. Kehendak Allah jauh melampaui
dari yang bisa dimengerti oleh manusia. Itulah kedaulatan Allah. Mengakui
kedaulatan Allah, adalah langkah awal dalam memahami hubungan antara kejahatan
dan penderitaan di dunia. Allah telah menetapkan segala sesuatu, termasuk
kemungkinan untuk merasakan penderitaan. Apakah ini berarti Allah bertindak
semena-mena? Kalau kita berpendapat demikian, maka berarti hikmat Allah sama
seperti hikmat manusia, pengetahuan Allah sama seperti pengetahuan manusia.
Ratapan 3:37 Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang
memerintahkannya?
Ratapan 3:38 Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa
yang baik?
Kutipan ayat diatas jelas menunjukkan adanya hubungan antara Allah dan segala
kejadian di dunia ini. Dengan kata lain, Allah BERHAK atas segala ciptaanNya.
Bukankah Dia yang menciptakannya? Bukankah Dia yang mengatur semuanya?
Apakah ketika terjadi sesuatu yang buruk, maka kita menganggap Allah itu buruk
adanya? Disinilah terjadi KEBIASAN epistemologi pengetahuan dari ateisme yang
menentang kekristenan. Bukankah dalam pengalaman hidup, begitu banyak contoh
yang menjelaskan bahwa yang buruk bagi kita, kadang adalah baik bagi kita. Seorang
dosen yang memberikan tugas yang berat akan dipandang buruk oleh
mahasiswanya. Seorang ayah yang melarang anaknya membeli sesuatu akan
dipandang buruk oleh anaknya. Siapakah penentu kebaikan dan kejahatan? Bukankah
itu berasal dari Yang Maha Kuasa? Kasih Allah, Hikmat Allah dan Keadilan Allah
berpadu begitu sempurna sehingga setiap standarnya tidak memungkinkan adanya
celah timbulnya ide kejahatan di dalamnya. Hanya manusia yang jatuh ke dalam dosa
yang mempunyai celah demikian.
Kejahatan adalah akibat dari celah keinginan berdosa. Kejahatan adalah antitesis dari
kebaikan. Kebaikan Allah tidak memungkinkan adanya kejahatan di dalam diriNya.
Kejahatan manusia tidak memungkinkan adanya kebaikan di dalam diriNya. Itulah
kejahatan yang harus dipahami oleh kita. Kejahatan adalah perbuatan manusia.
Bukan suatu kondisi, maupun bukan HASIL dari tindakan Allah. Tidak ada kondisi yang
jahat yang bebas secara independent di dalam dunia ini. Kejahatan selalu melekat
kepada perbuatan dosa manusia ( dan malaikat yang jatuh). Dan itu bertentangan
dengan kebaikan Allah. Berdasarkan antitesis ini, masihkah kita berani mengklaim
bahwa Allah tidak peduli ataupun Allah adalah jahat?
Penderitaan mempunyai maksud dari Allah
Kisah bangsa Israel adalah contoh dimana kedegilan hati mereka harus dihajar oleh
Tuhan. Ini berarti mereka harus mengalami penderitaan. Tujuan dari semuanya
adalah supaya mereka berbalik kepadaNya. Bangsa Israel harus menghadapi banyak
penderitaan sebelum memasuki tanah Kanaan. Bahkan setelah memasuki, mereka
tetap dihajar oleh Tuhan karena dosa yang mereka perbuat.
Amos 4:10-11 "Aku telah melepas penyakit sampar ke antaramu seperti kepada orang
Mesir; Aku telah membunuh terunamu dengan pedang pada waktu kudamu dijarah;
Aku telah membuat bau busuk perkemahanmu tercium oleh hidungmu; namun kamu
tidak berbalik kepada-Ku," demikianlah firman TUHAN.
"Aku telah menjungkirbalikkan kota-kota di antara kamu, seperti Allah
menjungkirbalikkan Sodom dan Gomora, sehingga kamu menjadi seperti puntung
yang ditarik dari kebakaran, namun kamu tidak berbalik kepada-Ku," demikianlah
firman TUHAN.
Tujuan penderitaan adalah supaya orang percaya berbalik kepadaNya. Ibrani 12:6
karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang
diakui-Nya sebagai anak." Wahyu 3:19 Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar;
sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!
Penderitaan juga menguji hidup kita. Setiap ujian yang dihadapi murid-murid akan
membuat mereka semakin mampu dalam menghadapi soal yang yang lebih sulit.
Hanya dengan cara demikian mereka dapat berkembang. Hanya dengan diuji, maka
akan timbul emas murni. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian
imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji
kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan
dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. ( I Petrus 1:7). Tanpa
ujian, tidak ada kemajuan. Tanpa ujian, hidup bukanlah hidup. Bukankah ketika kita
menghadapi uji coba, maka kita akan semakin tangguh? Inilah hukum yang berlaku
bahkan bagi benda tidak hidup.
AKhirnya, penderitaan adalah tanda dimana seorang percaya akan diuji sampai dia
bisa bertahan. Sebuah pengujian seumur hidup. Semua pahlawan iman dalam Ibrani
11 telah mengalami suatu proses penderitaan yang tahan uji. Mereka semua tidak
memperoleh apa yang dijanjikan di dalam dunia ini, tetapi mereka adalah saksi, bahwa
iman mereka hidup dan diteruskan sampai kepada kita semua.
Kehendak Allah dapat dinyatakan baik melalui proses yang dimana manusia
melihatnya sebagai suatu akibat dari perbuatannya sendiri. Kisah orang buta sejak
lahir adalah pelajaran penting bahwa Allah dapat bekerja di dalam segala kondisi yang
telah Ia tetapkan sendiri. Baik itu menimbulkan penderitaan atau tidak, pekerjaan
Allah tetap akan dinyatakan. Orang yang buta sejak lahir disembuhkan oleh Yesus,
dan ia menjadi saksi bagi datangnya Kerajaan Allah. Ia diselamatkan melalui imannya.
Yohanes 9:1 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
9:2 Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang
ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"
9:3 Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-
pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Yang paling penting dari semuanya adalah Tuhan sendiri telah menderita. Tuhan
sendiri telah memikul penderitaan manusia di atas kayu salib. Allah harus taat kepada
hukum yang ditetapkanNya sendiri. Inilah landasan penting dari kekristenan yang
membedakan dari kepercayaan lain. Allah melalui jalan penderitaan supaya manusia
dapat kembali menikmati kebaikan dan keindahan persekutuan dengan Allah.
Ibrani 2:18 Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia
dapat menolong mereka yang dicobai. Dan, akhirnya marilah kita
"Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu
terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi
lemah dan putus asa.
Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah.
Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada
anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah
putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;
karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang
diakui-Nya sebagai anak."
Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di
manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?
Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka
kamu bukanlah" ( Ibrani 12:3-8)
Blog ini ditulis berdasarkan bagaimana seharusnya pola pandang seorang percaya
memandang penderitaan dan kejahatan di dunia ini. Jikalau anda merasa seperti
Ayub, bergumullah dan silakan anda protes kepada Allah, dan biarlah ini boleh
menjadi suatu proses pendewasaan dalam ketekunan iman kita sampai kita bertemu
Bapa di surga. Amin

Sorga dan neraka

I am who I am (Exo 3:14)
Belum lama ini kita kembali diingatkan oleh peristiwa 911 yang sangat memilukan hati. Dimana ada sekelompok orang yang membajak beberapa pesawat yang kemudian digunakan untuk melakukan aksi bunuh diri dengan nama Tuhan. Sungguh mengherankan bahwa ada seseorang bisa melakukan suatu tindakan pembunuhan dengan alasan untuk kemuliaan Tuhan.

Kelompok teroris ini mempunya suatu dasar pemikiran yang hampir mirip dari setiap sel mereka. Seperti kita baca dibeberapa artikel di surat kabar, majalah, TV, berita ttg suatu kelompok terorisme, yang mengiming-imingi para pelaku bom bunuh diri dengan suatu janji, bahwa mereka akan masuk SURGA, dimana disana mereka akan menikmati suatu kenikmataan yang luar biasa hebat dibanding dengan yang ada dibumi, mereka akan dilayani oleh beberapa bidadari yang cantik, dan segala macam kenikmatan yang lainnya.

Mengejar Surga atau Janji Surga telah kita sadari merupakan salah satu goal yang paling dicari oleh manusia beragama, sebab manusia yang beragama tahu ttg keberadaan surga dan neraka, ttg tempat dimana kehidupan setelah dibumi berlanjut dan mempunya dua sisi yang sangat bertentangan, suatu tempat yang sangat baik dan yang satu merupakan tempat yang sangat buruk.Lain halnya untuk manusia yang tidak beragama atau atheis, karena mereka menentang keberadaan Tuhan, dengan sendirinya mereka tidak mengganggap surga dan neraka exists.

Dalam kekristenan, surga dan neraka, merupakan dua tempat yang cukup sering dibahas, baik dalam kotbah di mimbar atau bahkan cerita kesaksian ttg seseorang yang secara ajaib dibawa ke tempat tersebut. Kesaksian-kesaksian ttg surga dan neraka terkadang dapat membangkitkan iman kita atau bisa menjadi teguran kepada kita untuk kembali lebih sungguh-sungguh dalam menjalankan kehidupan kita sebagai anak-anak Allah. Tapi terkadang kesaksian-kesaksian ini bisa menjadi seperti pedang bermata dua, disatu sisi membangkitkan iman, disisi yang lain menjadi umat takut dan mengejar Surga.

Tetapi apa salahnya mengejar Surga dan menghindar Neraka? Bukankah memang kita harus mengejar Surga dan menghindari Neraka?

Ada beberapa kesaksian ttg surga yang pernah saya baca atau dengar ttg bagaimana di surga terdapat rumah yang mewah, tapi ada rumah yang kecil, ada mobil mewah dari awan. Semua yang hebat diberikan kepada mereka yang punya pahala paling besar (atau dengan kata lain yang punya mahkota paling banyak), sedang yang kecil, rumah yang tidak mewah diberikan kepada mereka yang tidak mempunya pahala yang banyak. Kemudian apa berarti nanti di surga, masih tetap terdapat masalah sosial? ada Kesenjangan Sosial? kemudian orang yang menjadi percaya hal ini akan ramai-ramai mengejar kekayaan surgawi, mereka akan menolak semua kesenangan dunia, mengkutuk hal-hal yang duniawi, tapi kemudian mereka mengharapkan hal yang sama disurga. Bahkan mereka menggunakan ayat-ayat alkitab untuk membenarkan cara berpikir mereka (Mat 6:19-20). Aneh bukan?

Kemudian ttg neraka, ada beberapa kesaksian yang dari beberapa orang yang pernah secara ajaib dibawa ke nereka, bagaimana manusia disiksa disana, dagingnya dibakar, semua hal-hal yang menjijikan dan menyakitkan, kemudian kesaksian berlanjut bahwa ada pendeta yang masuk neraka, ada banyak orang kristen masuk neraka bahkan orang-orang rohaniawan terkenal juga ada disana. Kemudian para jemaat yang membaca/mendengar menjadi takut dan kemudian dengan segenap hati mencari tahu bagaimana cara menghindari nereka. Kemudian karena orang percaya aja bisa masuk neraka, mereka beranggapan bahwa menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saja tidak cukup, mesti ditambah dengan perbuatan-perbuatan yang katanya "mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar". Parahnya, sikap ini semakin banyak menghingapi orang percaya bahkan yang telah cukup lama hidup dalam kekristenan. Mereka lupa bahwa tidak ada perbuataan manusia yang sanggup membawa kita masuk dalam kerjaan Surga, selain oleh darah Kristus.

Menyembah Tuhan dan beribadah karena didasari oleh rasa takut atau rasa ingin mendapatkan sesuatu bukan merupakan dasar beribadah yang benar. Sikap yang hanya didasari oleh rasa takut atau rasa ingin mendapatkan sesuatu melalui ibadah merupakan suatu sikap Ultra-Egoistis manusia. Manusia menjadi begitu egois dan hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, bahkan tidak peduli lagi bagaimana kita 'memperlakukan' Tuhan, yang penting bahwa nanti setelah kehidupan di bumi berakhir, manusia bisa menikmati segala sesuatu untuk Dirinya Sendiri.

Tuhan Yesus selama pelayananNya di dunia. tidak pernah menakut-nakuti manusia ttg neraka atau mengiming-imingi umat Israel dengan janji-janji Surga. Tuhan Yesus lebih memilih untuk meyakini umat israel ttg kepastian tempat tinggal di rumah bapa (Yoh 14:2 = "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal...."). Tuhan Yesus juga mengajarkan kita untuk lebih mengejar pengenalan akan Tuhan daripada keinginan untuk mencapai surga (Mat 6:33 "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu"). Bahkan saat Yesus mengajarkan muridnya untuk berdoa, Tuhan Yesus mengajarkan doa bapa kami:

Bapa kami yang ada di Sorga,
dimuliakanlah nama-Mu.
Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu,
di atas bumi seperti di dalam Sorga.
Berikanlah kami rejeki pada hari ini,
dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni
yang bersalah kepada kami.
Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.
Amin.
Di dalam doa ini tersirat tugas kita untuk mengrealisasikan Surga di bumi dan bukan membumikan Surga.
Allah yang kita kenal, merupakan suatu pribadi. Pengenalan akan pribadi Allah itu lebih penting daripada iming-iming janji ttg kekayaan kita di surga. Tujuan akhir dari manusia adalah menjadi kekasih Allah, menjadi satu dengan yang dikasihi di dalam rumahNya yang kekal, dan bukan untuk memiliki hal-hal kemewahan yang tidak sempat dimiliki didunia. Jika kita perhatikan ttg nubuatan akhir jaman yang terdapat di kitab wahyu, jelas terlihat bahwa semua pahala yang nanti kita terima itu tidak berharga daripada pengenalan akan Tuhan (Wah 4:10) dan menjadi satu dengan sang Kekasih.

Di dalam perjanjian lama, saat Musa bertemu Tuhan di gunung Horeb, saat Musa bertanya apakah yang harus ia katakan kalau umat Israel bertanya siap Tuhan yang mengutus Musa, maka Tuhan berkata "AKU ADALAH AKU" (Keluaran 3:14), bukan dengan mengatakan, "Akulah Tuhan yang maha kuasa" atau "Akulah Tuhan yang memberkatimu" Akulah Tuhan "yang akan membawamu ke Surga yang mewah", tetapi hanya "AKU ADALAH AKU" yang menunjukkan kepribadian Allah. Allah yang menunjukkan siapa pribadiNya dan bukan apa yang Ia bisa lakukan. Jika kita analogikan hubungan Tuhan-manusia dengan sepasang kekasih, apakah kiranya jika salah satu dari pasangan kekasih itu hanya berpikir bahwa hubungan/relationship yang ia bangun adalah untuk mendapatkan kekayaan dari pasangannya, atau segala macam yang mewah dari pasangannya? tentunya ini adalah hubungan yang tidak sehat, kata yang lebih akrab adalah "Cewe/Cowo Matere".

Hukum terutama dalam hukum taurat adalah "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, dengan segenap jiwa" tanpa embel-embel yang lain, tanpa didasari rasa takut seperti ketakutannya hamba yang mendapat 1 talenta dalam kisah perumapaan hamba dengan talenta yang diceritakan oleh Yesus. Kasihilah Dia, kejarlah pengetahuan akan Dia, pribadi dengan pribadi, bukan kenal karena kata orang (Ayub 42:5), tapi kenalilah Dia secara pribadi. Beribadahlah dengan ketulusan hati, sembahlah Dia dalam roh dan kebenaran.

Sebagai penutup, ada sebuah kisah dari negeri 1001 malam yang bisa menjadi rangkuman dari tulisan diatas:
Syahdan, sufi masyhur itu menyusuri jalan-jalan kota Bagdad yang hiruk-pikuk. Ia menjinjing seember air dan sebuah obor. Ketika ditanya hendak kemana, ia menjawab enteng: "Aku hendak membakar surga dengan obor dan memadamkan neraka dengan air!" Konon, Rabiah Adawiyah, sang sufi itu, resah akan tingkat ketulusan manusia dalam beribadah. Mereka hanya ingin meraih surga dan mengelak neraka. Kemudian rabiah ini menuliskan sebuah prosa yang dikenal sebagai doa adawiyah:

Jika aku menyembah-Mu karena berharap surga, jauhkanlah surga itu dariku
jika aku menyembah-Mu karena takut akan neraka, cemplungkanlah aku ke kedalamannya
Namun jika aku menyembahMu demi diriMu saja
Janganlah tahan keindahanMu yang abadi itu dariku
****

Kasih Yesus Tanpa Batas




Kisah Nyata

Paul Zakaria,adalah seorang pengusaha di kota Malang. Yang saya ingin bagikan saat ini adalah satu keindahan dalam kehidupan saya pribadi.

Paduan suara itu merupakan satu kegemaran saya yang lain. Pagi itu ketika saya menuju ke lokasi pementasan, saya masih sempat mengadakan persiapan pra pementasan bersama beberapa anggota paduan suara. Kebetulan saya duduk di barisan pertama di depan. Ketika pemimpin acara itu mengajak hadirin untuk berdiri, saya kaget sekali karena saya terjatuh kembali di tempat duduk.

Ternyata Paul Zakaria menderita serangan stroke mendadak
Waktu itu mulut saya terbuka sebelah dan tanpa saya sadari air liur saya menetes keluar. Ketika saya berjalan, saya sungguh kaget karena kaki kiri tidak bisa dipakai lagi untuk melangkah. Saya terpaksa dibopong diatas pundak kawan-kawan dan dibawa masuk ke dalam sebuah kijang.

Dr. Stephanie Pangau MPh. berkomentar untuk keadaan seperti ini
Kalau kita berjumpa dengan seorang pasien yang jika berbicara lidahnya pelo, mulutnya mencong dan jika berjalan itu seperti menyeret dengan keluhan tenaganya habis tersedot, dia juga mengalami pusing dan vertigo, itu bisa kita simpulkan bahwa dia mengalami serangan stroke. Stroke sendiri ada berbagai bentuk yaitu stroke yang ringan, sedang ataupun berat. Apabila serangan ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka akan sangat berbahaya bagi jiwa si pasien karena dia dapat mengalami kecacatan seumur hidup atau bahkan dapat menyebabkan meninggal.

Pikiran Paul Zakaria sangat bingung menghadapi keadaan ini
Di mobil itu saya melihat kehidupan saya seperti dalam sebuah film yang sedang berlangsung. Saya teringat wajah dari istri saya. Timbul pertanyaan, apakah saya masih sempat bertemu dengan istri dan anak saya? atau inilah akhir hidup saya?. Dalam kegalauan dan kebingungan saya, terngiang kembali kata-kata dari lagu yang sebetulnya akan kami bawakan bahwa sesungguhnya saya mengetahui suatu cinta yang tanpa batas yang berasal dari Allah semata. Saya di mobil dan teman-teman di lokasi pementasan, kami bernyanyi bersama-sama. Pada waktu saya mulai menyanyi dan terus berusaha mengenang atau mengingat lagi kata-kata lagu itu, saya merasakan ada satu penghiburan dan damai yang sulit untuk diceritakan karena saya tidak terlalu bingung lagi. Saya bisa lebih pasrah dan berserah pada Tuhan.

Penyertaan Tuhan terus bekerja dalam banyak keadaan
Setibanya saya di rumah sakit, saya dibawa memasuki lorong-lorong. Dalam perjalanan memasuki lorong-lorong itu saya hanya bisa menatapi langit-langit. Dan dari satu ruang ke ruangan yang lain itu saya melihat salib tergantung di diatas pintu-pintu. Dan salib Yesus itu memberikan suatu kekuatan tambahan dalam iman saya. Saya merasa sungguh-sungguh ada pengharapan dalam Tuhan saya. Saya yakin sekali bahwa Tuhan tidak akan membiarkan saya sendirian.

Iman inilah yang menjadi dasar Paul untuk bertindak
Tiba-tiba di dalam hati ada perasaan ingin mencoba sekali lagi. Apakah tangan saya ini sungguh-sungguh bisa dipakai?. Saya berusaha memegang tepi dari ranjang itu dan ternyata bisa!. Itu adalah sesuatu yang luar biasa sekali karena saya sangat kaget. Saya memiliki lagi kemampuan untuk mengendalikan tangan saya!. Saya lalu mencoba dengan kaki kiri saya. Saya angkat kaki kiri saya dan ternyata berhasil juga, puji Tuhan!. Ini adalah sesuatu yang luar biasa yang tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Saya merasakan satu sukacita yang luar biasa.

Usaha Paul tidak berhenti dan keajaiban-pun terus tercipta
Saya lalu meremas-remas tepi ranjang itu. Saya lalu mengangkat-angkat kaki saya. Saya lihat memang ada suster-suster yang keheranan mengapa saya melakukan hal itu. Tetapi saya sungguh-sungguh tidak mau kehilangan kemampuan yang saya peroleh untuk mengendalikan tangan dan kaki saya.

Dr. Stephanie setuju jika hal ini sungguh-sungguh suatu mujizat
Untuk penyakit stroke memang lebih mudah mencegah daripada mengobatinya. Seperti kita ketahui bahwa banyak penderita penyakit stroke yang mengalami kematian atau minimal mengalami cacat seumur hidup. Seperti kita ketahui, kalaupun pasien itu hidup maka pasien akan mengalami kelumpuhan atau sulit mengingat, sulit berbicara, wajahnya mencong dan lain sebagainya. Banyak hal yang dapat membuat pasien menderita. Maka jikalau ada seseorang yang terbebas dari penyakit stroke ini atau melewatinya tanpa meninggalkan bebas apapun juga dalam tubuhnya, pasti orang ini akan sangat bersyukur.

Melalui ujian ini Paul Zakaria menyadari betapa baiknya Tuhan itu
Melalui pengalaman ini saya sungguh yakin bahwa sesungguhnya Tuhan itu dekat dengan orang-orang yang patah hati. Dia menyelamatkan orang yang remuk jiwanya. Kemalangan orang benar itu bisa banyak, tetapi Tuhan akan melepaskan dia dari semuanya itu. Dan saya merasa betapa Tuhan itu sungguh baik. Tuhan tidak pernah melalaikan suara anak-anaknya yang minta tolong kepadaNya.

Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya. TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya. Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu; Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang patah. (Mazmur 34:18-21)

Apakah Yesus Juruselamat?

Pengenalan

Salah satu hambatan yang paling serius terhadap iman Kristen adalah klaim bahwa Yesus Kristus adalah penyelamat eksklusif. . . satunya cara untuk Tuhan. Klaim ini bertentangan dengan relativisme begitu umum di kampus-kampus kita, dan sering menarik tuduhan bahwa kita "arogan" dan "tidak toleran."

Namun, klaim ini eksklusif didukung oleh ayat-ayat Alkitab seperti ini:

Yesus berkata kepadanya, "Akulah jalan dan kebenaran, dan hidup; tidak ada yang datang kepada Bapa, tetapi melalui Aku '(Yohanes 14:6).

Dan tidak ada keselamatan di dalam tidak ada orang lain, karena tidak ada nama lain dibawah langit yang telah diberikan antara manusia, di mana kita harus diselamatkan (Kisah 4:12).

Bagaimana kita menanggapi hal ini ketegangan antara pernyataan eksklusif dari Kitab Suci, dan tuduhan "arogansi" dan "intoleransi"? Banyak yang mengusulkan bahwa kita menyesuaikan posisi kami pada eksklusivisme, untuk menghindari biaya tersebut. Dalam garis ini kita akan memeriksa dua proposal terkemuka, dan menawarkan dukungan untuk posisi eksklusif.

Pluralisme Agama

Apakah Pluralisme Agama?

Pluralisme agama adalah pandangan bahwa semua agama sama-sama sah sebagai cara untuk Tuhan. Pluralis sering merujuk pada fakta bahwa, seperti halnya ada banyak jalan sampai Mt. Fuji, jadi ada banyak jalan menuju Tuhan. Perbedaan antara agama-agama yang dangkal, mereka semua mengarah ke tujuan yang sama. Ini adalah lambang toleransi dan relativisme.

Kelemahan Pluralisme Agama.

Perbedaan dalam mengajar antara agama-agama yang fundamental di alam dan saling bertentangan.

Ajaran agama-agama besar tentang Tuhan atau "Hakikat" bertentangan. Hindu adalah panteisme atau musyrik. Buddha adalah ateis atau panteisme. Muslim kaum teis dan unitaris. Kristen teis, tapi trinitas. Pandangan ini tidak mungkin semuanya benar.

Ajaran agama-agama besar tentang manusia dan keselamatan bertentangan. Hindu memandang manusia sebagai fundamental ilahi, namun terperangkap dalam dunia ini karena ketidaktahuan dan karma buruk. Pembebasan datang dari perubahan keyakinan kita tentang realitas dan identitas kita yang sejati. Buddha memandang manusia sebagai terjebak di dunia ini menderita karena keinginan egois. Kelepasan dari dunia ini berasal dari keinginan pemadam, atau mencari bantuan makhluk gaib dalam melakukannya. Muslim percaya bahwa manusia adalah lemah, tapi tidak berdosa di alam, dan di bawah penghakiman Allah ketidaktaatannya terhadap hukum-Nya. Keselamatan datang melalui tunduk kepada hukum-hukum Allah. Kristen percaya bahwa manusia terasing dari Allah dan di bawah penghakiman-Nya karena dosa pemberontakan melawan Dia. Tapi keselamatan hanya bisa datang sebagai hasil dari percaya pada apa yang telah Dia anggun dilakukan dengan memberikan Anak-Nya Yesus sebagai pendamaian bagi dosa kita, dan dengan Roh-Nya mengubah kita dari dalam.

Mustahil untuk percaya bahwa semua agama adalah benar, tanpa secara radikal mengubah definisi kita tentang "kebenaran."

Perbedaan yang kadang-kadang ditarik antara "eksoteris" (literal dan jelas) ajaran agama dan "esoterik" (tersembunyi) mengajar tidak dapat dipertahankan. Beberapa pluralis berpendapat bahwa, meskipun ada kontradiksi pada tingkat "eksoteris", ada "esoteris" ajaran umum untuk semua agama.

Bagaimana kita bisa benar-benar tahu bahwa hal ini terjadi? Sebuah "umum" pengalaman mistik di antara pengikut dari berbagai agama adalah mustahil untuk memverifikasi.

Jika arti sebenarnya dari ajaran Yesus adalah "esoteris" satu, mengapa para rasul tampaknya tidak tahu ini? Tentu saja, mereka akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengetahui ini dari kita. Namun, mereka tidak mengkhianati kepercayaan seperti itu.

Anggapan bahwa apa yang penting adalah tidak mengajarkan tujuan tetapi transformasi moral dan spiritual tidak dapat dipertahankan.

Sekali lagi, bagaimana kita benar-benar tahu hal ini terjadi? Dengan wewenang apa kita percaya demikian?

Fakta bahwa mungkin ada tampak kesamaan dalam beberapa efek dalam kehidupan pengikut dari berbagai agama ada bukti bahwa mereka adalah identik. Yesus menarik perbedaan yang kuat antara moralitas eksternal dan kesalehan, dan spiritualitas internal yang sejati (Mat. 5 - 7).

Keyakinan bahwa semua agama adalah benar dalam arti bahwa mereka semua membawa kita kepada Allah, mengharuskan kita percaya bahwa mereka semua salah dalam apa yang mereka obyektif mengajar!

Tampaknya tidak mungkin bahwa yang palsu bisa menjadi sarana untuk membantu kita mengalami apa yang "benar"!

Pluralisme agama tidak dapat dipertahankan untuk Kristen ortodoks karena tuntutan bahwa ia menyangkal ajaran-ajaran yang paling penting dari Kitab Suci.

Pluralisme agama mengharuskan kita meninggalkan kepercayaan keunikan Kristus. Klaim-Nya kepada dewa, dan pengajaran Alkitab tentang kematian penebusan-Nya dan kebangkitan tidak mungkin benar, jika Pluralisme Agama adalah benar.

Tetapi jika ajaran-ajaran dari Kitab Suci adalah palsu, maka Pluralisme Agama harus memberikan penjelasan yang lebih baik untuk kekayaan bukti yang telah menyebabkan begitu banyak untuk menyimpulkan bahwa mereka adalah benar. Bukti tidak dapat hanya hanyut!

Namun, jika bukti meyakinkan bahwa ajaran-ajaran ini benar, maka Pluralisme Agama harus palsu!